Sebuah karya sastra memang hasil dari pemikiran pengarangnya. Akan tetapi, melalui karya sastra itulah penggambaran-penggambaran kehidupan dituangkan dengan baik. Karya sastra tidak dapat lepas dari pengaruh-pengaruh sosial sehingga memunculkan gagasan pengarang untuk mengarang sebuah karya sastra dengan jenis tema tertentu. Sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medium (Damono, 2006). Menurut Sapardi Djoko Damono dalam artikel Pengarang, Karya Sastra, dan Pembaca, karya sastra memang berisikan sebuah khayalan dari karangannya. Apa yang terjadi di dalamnya merupakan khayalan dan tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Walaupun begitu, nilai-nilai di dalam karya sastra ini dapat diteladani.
Serat Panutan adalah salah satu karya sastra yang dikarang oleh Mas Prawirosudirjo. Kemunculannya terjadi pada tahun 1913, yang telah dialihaksarakan oleh Sulistijo HS dan dialihbahasakan oleh Sumarsana pada tahun 1980 dalam sebuah buku keluaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra dan Daerah setebal 95 halaman. Dalam Serat Panutan ini, sesuai dengan judulnya, mengandung panutan-panutan yang dapat diteladani dalam kehidupan.
Secara singkat, Serat Panutan (Mas Prawirosudirjo, 1980) menceritakan perjuangan Mbok Singadrana dan Dapa untuk mencukupi kebutuhan hidup. Berbagai cobaan datang, mulai dari suami yang meninggal karena sakit panas, meninggalkan istri serta Dapa. Mbok Singadrana terpaksa menggadaikan sawah kepada Bauwijaya yang serakah, hingga memilih menjadi buruh di keluarga Suramenggala. Karena kerjanya bagus, Mbok Singadrana dianggap saudara, sementara Dapa diangkat menjadi putra sulung.
Perjuangan mereka penuh kesabaran, keikhlasan, dan ketekunan dalam bekerja. Mbok Singadrana selalu memberi ajaran-ajaran yang baik kepada Dapa sehingga tumbuh menjadi pemuda yang luhur budi, berhati-hati, hemat, dan ulet. Pada umur 17 tahun karena dari kecil sudah terbiasa menggembala kerbau dan bekerja (bertani dan menjual kerajinan tangan), Dapa menjadi kaya. Mbok Singadrana juga mempunyai sawah yang luas. Hingga pada umur 20 tahun Dapa menikahi Tentrem, anak dari Darmadrana, dan berganti nama menjadi Kertareja, kehidupan Dapa menjadi semakin mapan. Kala itu, Bauwijaya beserta istri datang untuk meminta pinjaman karena mereka telah jatuh miskin. Walaupun di masa lalu Bauwijaya telah semena-mena karena merebut sawah Singadrana, Mbom Singadrana maupun Dapa tetap mau menolong Bauwijaya. Bauwijaya berakhir menjadi sosok yang baik. Akhir cerita, kejayaan Kertareja bertambah banyak. Di desa Sidamulya dan desa tetangga tidak ada yang menyamai. Sampai tua Kertareja lestari jadi orang yang mukti berwibawa.
Dari pemaparan di atas, setidaknya terdapat satu pembelajaran penting. Kisah tersebut memang bermula dari Dapa dan ibunya yang merupakan orang-orang miskin dan serba kekurangan. Karena ketekunan, kesabaran, dan sifat yang jujur, perlahan hidup mereka membaik. Kehidupan mereka menjadi membaik bermula karena mereka dipercaya oleh orang. Kerja mereka yang amanah membuat orang-orang segan dan menghargai mereka. Selain itu, jika dicermati, Mbok Singadarna walaupun pada awalnya kurang baik, dia memiliki pemikiran yang cerdas. Hal itu terbukti melalui nasihat-nasihat yang dia berikan kepada Dapa yang mengindikasikan pemikirannya yang pintar dan maju. Oleh karena pembangunan karakter sejak kecil itulah, Dapa menjadi laki-laki yang ‘utama’ dan bisa diandalkan.
Kisah Mbok Singadarna dan Dapa menggambarkan bahwa tidak ada perjuangan yang memiliki hasil instan. Semuanya membutuhkan waktu dan kesabaran yang tanpa batas untuk mencapai kesejahteraan yang dicita-citakan. Pembelajaran ini dapat diteladani juga di dalam kehidupan sehari-hari dan di aspek sekecil apapun, bahwa “tidak ada satu pun perjuangan yang sia-sia, melainkan ada hikmah dan kesejahteraan yang menunggu di masa depan”.
Penulis: Vighna
Sumber bacaan:
Damono, S. D. (2006). Pengarang, Karya Sastra, dan Pembaca. Lingua, 1(1), 22–36. https://doi.org/10.18860/ling.v1i1.540
Mas Prawirosudirjo. (1980). Serat Panutan 1913. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra dan Daerah.